PENGARUH TINGKAT EFISIEN PRIVATISASI BUMN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN merupakan salah satu aktor penting dalam demokrasi ekonomi, pasalnya pada pasal 33 ayat (2) UUD 1945 telah disebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Namun, dalam perkembangannya BUMN tidak berjalan dengan begitu baik. Sejarah mengungkapkan bahwa pada tahun 1997 sekiranya terdapat 57 BUMN yang diklaim tidak sehat, 29 BUMN dianggap kurang sehat, 33 BUMN dinyatakan sehat, dan terdapat 41 BUMN yang dinyatakan sehat sekali.[1] Besarnya angka BUMN yang dinyatakan tidak sehat tentunya memberikan dampak, yakni kerugian yang begitu besar kepada negara. Terlihat pada jumlah defisit negara pada saat itu, sebesar 8,5 miliar dolar AS yang berdampak pula pada membengkaknya subsidi.[2] Oleh karena itu, pada tahun 2003 Indonesia mulai melakukan restukturisasi BUMN untuk memperbaiki perekonomian Indonesia.
Restrukturisasi dalam pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Melihat lebih jauh lagi ke beberapa pasal, yakni pasal 72 ayat (1), restrukturisasi dimaksudkan agar BUMN dapat berjalan secara efisien, transparan, dan profesional dalam melakukan usahanya. Terdapat beberapa bentuk  restrukturisasi BUMN di Indonesia, salah satunya adalah privatisasi.
Privatisasi BUMN diformulasikan agar BUMN yang selama ini dianggap tidak sehat menjadi lebih sehat dan berdaya saing. Campur tangan pemerintah dalam BUMN menjadikan BUMN itu sendiri inefisien karena terlalu bergantung kepada pemerintah, sehingga dengan adannya privatisasi BUMN kekuasaan pemerintah didalamnya dapat berkurang dan menjadikan BUMN lebih profesional dan transparan.[3] Namun, apakah benar privatisasi memberikan efisiensi terhadap kinerja BUMN?
Salah satu maksud dari diadakannya program privatisasi BUMN dalam UU. No. 19 Tahun 2003 adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas perusahaan. Meningkatnya efisiensi dan produktifitas dapat mendorong pemasukan deviden terhadap kas negara maupun APBN yang banyak. Privatisasi dimaksudkan bukan hanya untuk pembangunan dalam jangka pendek, namun juga untuk jangka panjang. Jika pemasukan terhadap kas negara meningkat, maka subsidi dari pemerintahpun akan meningkat. Hal tersebut tentunya memberikan dampak positif kepada masyarakat Indonesia, yang berdampak pula pada tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, pertanyaan yang timbul jika privatisasi dilakukan akankah kesejahteraan BUMN benar-benar akan meningkat?

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari permasalahan yang timbul dalam latar belakang di atas, dapat kita tarik beberapa rumusan masalah. Diantaranya:
1.      Bagaimanakah tingkat efisiensi BUMN sebelum dan sesudah diprivatisasi?
2.      Bagaimanakah dampak privatisasi  BUMN terhadap kesejaheraan Indonesia?

C.    TUJUAN
Makalah ini dibuat untuk memberikan manfaat kepada para pembaca, khususnya para mahasiswa untuk dapat menanggapi berbagai isu atau permasalahan yang timbul dari pemaparan latar belakang diatas dan beberpa pengetahuan baru mengenai dampak yang ditimbulkan oleh adanya privatisasi BUMN serta mengetahui seberapa efisienkah privatisasi BUMN.



BAB II
P EMBAHASAN
A.    PRIVATISASI BUMN
1.      Definisi Privatisasi BUMN
Privatisasi merupakan salah satu bentuk dari adanya restrukturisasi BUMN di Indonesia. Privatisasi BUMN menjadi perhatian di dunia ketika Margaret Teacher pada tahun 1979  menjual beberapa perusahaan yang dimiliki oleh negara untuk mengatasi kesulitan ekonomi di Inggris pada saat itu.[4] Dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 telah disebitkan bahwa yang dimaksud privatisasi adalah “penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.” Sedangkan menurut Dibyo Soemantri mendefinisikan privatisasi sebagai penyerahan kontrol efektif dari sebuah perseroan kepada manajemen dan pemilik swasta yang biasanya terjadi apabila mayoritas saham perusahaan terkait dialihkan kepemilikannya kepada pihak swasta.[5] Sedangkan Marwah M. Diah berpendapat bahwa privatisasi adalah penjualan saham pemerintah yang berada di BUMN yang menyebabkan beralihnya kepemilikan saham tersebut kepada pihak swasta untuk meningkatkan peran dan kekuasaan swasta sebagai sistem kontrol eksternal pengelolaan management perseroan tersebut agar terciptanya BUMN yang lebih efisien.[6]
Selain itu, terdapat pula pengertian privatisasi dari para cendekiawan internasional. Peacok misalnya yang mendefinisikan privatisasi sebagai suatu proses pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah ke sektor swasta. Savas juga mendefinisikan privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta khususnya dalam aktifitas yang menyangkut kepemilikan atas aset-aset.[7]
Melihat pada definisi privatisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa privatisasi merupakan penjualan atas saham BUMN yang dimiliki pemerintah, baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak swasta yang berdampak pada peningkatan kekuasaan swasta dalam management secara eksternal, untuk mengefisenkan kinerja BUMN agar nilai perusahaan meningkat, memberikan keuntungan bagi negara maupun masyarakat, dan memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

2.      Manfaat Privatisasi BUMN
Privatisasi BUMN bertujuan untuk meningkatkan kinerja ddan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero.[8] Hal ini tertuang jelas pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Selain itu, dalam pasal 74 undang-undang tersebut, disebutkan pula lima manfaat yang diperoleh dengan melakukan privatisasi, yaitu:
·         Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
·         Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
·         Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
·         Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
·         Menciptakan perseroan yang berdaya saing dan berorientasi global;
·         Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kasitas pasar.
Selain itu, privatisasi BUMN juga dapat memberikan manfaat yang lain, diantaranya:
·         mampu meningkatkan kinerja BUMN,
·         mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan BUMN,
·         mampu meningkatkan akses ke pasar internasional,
·         terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi,
·         terjadinya perubahan budaya kerja, serta
·         mampu menutup defisit APBN.[9]

Peningkatan kinerja BUMN diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya difokuskan pada perspektif keuangan saja, tetapi harus lebih komprehensif dengan memperhatikan perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan, dan pembelajaran. Dalam menjalankan tugasnya, manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta mampu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukan hanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut.

3.      Dasar Hukum Privatisasi BUMN
a.       Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  pasal 74 s/d 84.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privastisasi Perusahaan Perseroan.
c.       Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Komite Privatisasi Perusahaan Persero.
d.      Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2010 Tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Tahunan Privatisasi dan Penunjukan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang Lainnya.

4.      Tahapan Privatisasi BUMN
Pada bagian keenam BAB VIII dari Undang-Undang 19 Tahun 2003 terdapat bagian tersendiri mengenai tata cara privatisasi BUMN. Tata cara privatisasi ini juga diatur dalam pasal 12 PP. No. 33 Tahun 2005. Secara singkat, tahapan privatisasi BUMN adalah sebagai berikut:
·         Seleksi BUMN, maksudnya BUMN yang akan diprivatisasi terlebih dahulu diseleksi dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan yang kemudian hasil seleksi tersebut dituangkan dalam program tahunan privatisasi.
·         Arahan Komite Privatisasi. Dalam proses ini, komite privatisasi memberikan rumusan dan menetapkan kebijakan umum serta persyaratan pelaksanaan terhadap privatisasi BUMN.   Selain itu, komite privatisasi juga menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi serta mambahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi.[10]
·         Disosialisasikan kepada masyarakat melalui pencantuman berita privatisasi BUMN tersebut pada surat kabar.
·         Konsultasi kepada DPR, rencana privatisasi dituangkan kedalam program privatisasi tahunan yang kemudian dikonsultasikan kepada DPR. Pada saat pengusulan RAPBN kepada DPR-RI, pemerintah menyertakan daftar BUMN yang akan di privatisasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi target penerimaan negara dari hasil privatisasi yang direncanakan dalam RAPBN tersebut.[11]
·         Pelaksanaan privatisasi. Pelaksanaan privatisasi BUMN menggunakan 3 metode, yakni: penjualan saham berdasarkan ketenuan pasar modal, penjualan saham langsung kepda investor, dan penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.[12]

5.      Daftar BUMN yang telah Diprivatisasi
Berdasarkan data dari Kementrian BUMN setidaknya dari tahun 1991 s/d 2010 terdapat 39 kali privatisasi BUMN, baik yang melalui metode IPO (Initial Public Offering), SPO (Secondary Public Offering), Pasar Modal Strategic Sales, atau penjualan kepada karyawan. :[13]
·         PT Semen Gresik (1991) 35 % saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Indosat Tbk (1994) 35 % saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Tambang Timah Tbk (1995) 35 %. saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Telkom Tbk (1995) 45,71% saham yang dijual hingga 2010
·         PT BNI Tbk (1996) 40 % saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Aneka Tambang Tbk (1997) 35% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Kimia Farma Tbk (2001) 9,2% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Indofarma Tbk (2001) 19,8% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Socfindo (2001) 30% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Indosat Tbk (2002)50% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk (2002) 16,26% saham yang dijual hingga 2010
·         PT WNI (2002) 41,99% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Bank Mandiri Tbk (2003) 40 % saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Indocement TP Tbk (2003) 16,67% saham yang dijual hingga 2010
·         PT BRI Tbk (2003) 42,43% saham yang dijual hingga 2010
·         PT PGN Tbk (2003) 44,67 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Pembangunan Perumahan (2004)49% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Adhi Karya Tbk (2004) 49% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Jasa Marga Tbk (2007) 30% saham yang dijual hingga 2010
·         PT Wijaya Karya Tbk (2007) 31,7 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT BTN Tbk (2009) 27,08 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Krakatau Steel Tbk (2010) 20 % saham yang dijual hingga 2010.
·         PT Kertas Blabak (2010) 0,84 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Intirub (2010) 9,99 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Garuda Indonesia Tbk (2011) 26,67 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Kertas Basuki Rachmat (2011) 0,38 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Atmindo (2011) 36,65 % saham yang dijual hingga 2010
·         PT Jakarta Hotel Development Tbk (2011) 1,33 % saham yang dijual hingga 2010

B.     EFISIENSI BUMN SEBELUM DAN SESUDAH DIPRIVATISASI
1.      Pengaruh Privatisasi Terhadap Keefisienan BUMN Sebelum dan Sesudah Diprivatisasi
Salah satu dari maksud diadakannya privatisasi BUMN adalah untuk  meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN itu sendiri. Hal tersebut sebagaimana yang tertera pada pasal 74 UU. No. 19 Tahun 2003. Kenyataannya walaupun privatisasi memberikan peningkatan  efisiensi, namun peningkatan itu tidak memberikan peningkatan yang signifikan.[14] Terlihat dari beberapa penelitian keefisienan BUMN sebelum dan sesudah diprivatisasi yang dilakukan oleh beberapa cendekiawan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Riri Setiowati. BUMN yang diambil sebagai sampelnya adalah BUMN yang telah melakukan IPO dari Tahun 2004 sampai-2010.[15]

Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat peningkatan yang signifikan terhadap tingkat efisiensi (ATO1 sebelum dan ATO2 sesudah) dan profitabilitas (ROA pengembalian modal, ROE pengukuran keuntungan dari segi ekuitas, dan ROS keuntungan penjualan) sebelum dan sesudah diprivatisasi.[16] Hal ini juga menunjukkan hasil yang senada dengan penelitian yang dilakukan oleh vita Aprilia pada tahun 2013,[17] Gok Maria pada tahun 2004, Ady Kurnia K.  Pada tahun 2007, dan Endang Kuswara pada Tahun yang sama.[18]
Fenomena privatisasi BUMN di Indonesia ini, berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan para cendekiawan dunia seperti Megginson, Macquiera, dan D’Souza. Walaupun mereka melakukan penelitian diluar Indonesia, mereka mendapatkan hasil yang sangat signifikan untuk peningkatan efisiensitas dan profitabilitas.[19]
Kurang berhasilnya program privatisasi BUMN di Indonesia ini pun diakui oleh staf ahli bidang komunikasi menteri BUMN Dr. Sofyan A. Djalil yang menyatakan bahwa untuk saat inimemang program privatisasi masih katakan belum sukses karena kondisi perekonomian Indonesia yang masih sangat kacau. Ernst dan Young pun berpendapat bahwa privatisasi tidak secara keseluruhan dapat memberikan efisiensi karena berdasarkan beberapa faktor, diantaranya:[20]
·         A comparatively strong economy
·         A viable private sector
·         A common aproach to privatization
·         Favorable legal and institutional factors

2.      Faktor Penunjang Keberhasilan Privatisasi di Berbagai Negara
Proses privatisasi BUMN disetiap negara tentunya berbeda-beda, oleh karena itu faktor penunjang keberhasilannya pun berbeda-beda. Seperti di Inggris, privatisasi BUMN sukses karena fundamental ekonominya yang sedari dulu memang kuat. Berbeda dengan Jerman yang program privatisasinya berhasil karena pengusaha swastanya memang kuat pemodalannya. Lain lagi dengan Cekoloswakia, Hungaria, dan Chilli yang memiliki banyak cara sebagai metode privatisasi, baik dengan hanyya dengan menggunakan voucher dan cara lainnya. Sedangkan untuk Singapura dan Australia karena posisi strategis dan perlindungan hukum terhadap privatisasi yang cukup kuat disana.[21]
Boycko, Shleifer dan Vishny (1996) dalam Zaroni (2004) mengatakan bahwa, BUMN akan lebih fokus pada pencapaian profit, jika pemerintah mulai melepas kepemilikan BUMN dan menyerahkannya pada swasta, sehingga manfaat privatisasi untuk peningkatan efisiensi operasi dapat diperoleh.[22]
Kendati Indonesia belum sukses untuk melakukan privatisasi. Indonesia masih dapat bangkit dengan mencontoh negara-negara yang telah disebutkan diatas. Privatisasi mulai harus dikembangkan dan ditata sedemikian rupa, agar hasilnya dapat berbalik kepada negara itu sendiri, bukan hanya dalam jangka pendek melainkan juga untuk jangka panjang.

C.    KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA DAN PRIVATISASI BUMN
1.      Kesejahteraan Masyarakat
Banyak sekali istilah dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dapat kita artikan sebagai kesejahteraan masyarakat, seperti kata “adil dan makmur,” “Kesejahteraan Umum,” “Kesejahteraan Sosial,” “kemakmuran rakyat,” dan lainnya.[23] Istilah kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti, yakni:[24]
a.       Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan kondisi manusia yang baik, dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat, dan damai;
b.      Dalam tinjauan ekonomi, sejahtera selalu dihubungkan dengan keuntungan atau manfaat kebendaan (ukuran materi) sebagai fungsi kesejahteraan sosial (secara formatif dan substantif bisa bermakna ekonomi kesejahteraan atau kesejahteraan ekonomi);
c.       Dalam tinjauan kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara kesejahteraan (welfare state);
d.      Dalam tinjauan lain (seperti fenomena kebijakan di negara maju seperti Amerika), sejahtera menunjuk ke aspek keuangan yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial.
Konsep negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial, maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).[25] Oleh karena itu, pemerintah harus dapat memberikan kebijakan yang baik, agar kesejahteraan masyarkat yang dicita-citakan dapat terlaksana.
2.      Dampak Privatisasi BUMN Terhadap Kesejahteraan Indonesia
Peran pemerintah dalam negara kesejahteraan (walefare state) atau negara hukum modern menjadi semakin luas, tidak semata-mata menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga dalam kehidupan sosial ekonomi dan kultural. Dengan demikian negara tidak lagi dipandang sebagai alat kekuasaan, tetapi dipandang sebagai alat pelayanan  (an agency of service) dan agen pembangunan (agent of development).[26] Oleh karena itu, pemerintah sebagai alat pelayanan harus dapat memenuhi dan memberikan jalan keluar bagi setiap permasalahan khususnya bagi kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum, artinya negara menghendaki supaya setiap warga negaranya dapat menikimati keserjahteraan atau negara menjamin kebutuhan fisik minimal. Dalam krisis ekonomi seperti saat ini dimana hutang negara yang menumpuk menyebabkan nilai neraca perdagangan dan nilai tukar rupiah terhadap asing menjadi menjadi menurun. Saat keadan mendesak pemerintah selalu menyarankan privatisasi sebagai jalan keluar permasalahan ekonomi di Indonesia.
Privatisasi yang salah satu manfaatnya adalah untuk menutupi hutang, ternyata tidak berpengaruh apapun. Jumlah hutang Indonesia sekarang sudah mencapai  dua ribu lima ratus trilyun rupiah. Bunga dan cicilan pokok  hutang ialah 450 trilyun. Bahkan pertumbuhan ekonomi 4-6% pertahun hanya untuk biaya bunga dan cicilan dari pokok hutang LN.[27]
Data yang dirilis oleh LIPI dikatakan bahwa jumlah orang miskin pada tahun 2010 akan terus bertambah. Orang-orang miskin akan membengkak dari 32,5 juta jiwa pada 2009 akan membesar menjadi 32,7 juta jiwa pada 2010. Pada tahun 2011, data BPS menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang. Sedangkan pada tahun 2012 sebagaimana diungkap Kepala Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang. [28] Banyaknya proyek-proyek BUMN yang telah diprivatisasi ternyata tidak mendorong terhadap penyerapan tenaga kerja. Banyak usaha-usaha kecil dan tradisional malah “mati gulung tikar” akibat liberalisasi perdagangan dan keuangan. Ditambah dengan program pencabutan subsidi pemerintah terhadap sektor-sektor publik.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari adanya pembahasan singkat terhadap permasalahan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, diantaranya:
1.      Bahwa privatisasi untuk saat ini belum dapat memberikan penaikan tingkat keefisienan yang signifikan dikarenakan kondisi perekonomian Indonesia yang masih sangat kacau. Bahkan hal tersebut diakui pula oleh staf ahli bidang komunikasi menteri BUMN.
2.      Bahwa dengan belum suksesnya program privatisasi tersebut, deviden dalam jumlah besar yang diharapkan dapat mengurangi utang negara, tak kunjung tercapai. Hal tersebut memberikan dampak yang signifikan pula pada tingkat kesejahteraan rakyat, dengan dikuranginya subsidi kepada rakyat, neraca perdagangan yang terus menurun, nilai tukar rupiah yang kian menyusut sebagai akibat dari adanya hutang negara.

B.     SARAN
Privatisasi merupakan salah satu jalan untuk memberikan keuntungan bagi negara. Tidak hanya dalam jangka pendek, akan tetapi juga untuk jangka panjang. Oleh karena itu, suksesi privatisasi BUMN sangat dibutuhkan. Indonesia dapat mencontoh kebeberapa negara yang telah sukses melakukan program privatisasi.
PERTANYAAN
1.      ABDILAH ARIF
a.       Kaitan privatisasi dengan UUD 1945?
b.      Bagaimana jika dalam privatisasi yang dilakukan dengan melalui IPO pemodal asing masuk didalamnya?
2.      PRAMUDITYA SAIFUL MAARIF
a.       Jika privatisasi dilakukan untuk memperbaiki kinerja dari BUMN itu sendiri, lalu bagaimana dengan kasus PLN yang telah diprivatisasi di kalimantan, yang notabenenya selalu mengalami kerugian?
b.      Lalu, apakah semua BUMN dapat diprivatisasi?
JAWABAN
1.      ABDILAH ARIF
a.       Sebagaimana kita ketahui, pembentukan BUMN itu sendiri berdasarkan amanat Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945yang menyebutkan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan “Bumi, Air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.” Dalam ayat (2) dan (3) terlihat perintah UUD 1945 kepada negara, yang mana oleh negara dalam hal ini diserahkan kepada BUMN. Sedangkan pada ayat (3) memberikan tujuan dari adanya perintah tersebut yakni “...untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.” Ketika BUMN itu sendiri dikatakan tidak sehat, hal tersebut pasti mengganggu terhadap kesejahteraan rakyat contoh, misalkan BUMN A yang ditargetkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 13 triliun ternyata yang masuk ke APBN hanya sebesar Rp. 8 triliun, hal tersebut pastinya akan mempengaruhi terhadap pembangunan negara yang nantinya akan kembali kepada rakyat itu sendiri. Selain itu, jikat BUMn terus-menerus tidak mencapai target yang telah ditentukan dalam APBN, maka pajak dari rakyat yang notabenenya juga termasuk pemasukan APBN akan terus meningkat untuk menyeimbangkan antara anggaran dan keperluan. Disinilah peran privatisasi BUMN, dimana privatisasi dipergunakan untuk memperbaiki kinerja dari pada BUMN itu sendiri, sehingga tujuan dari pasal 33 ayat (3) akan tercapai.
b.      Dalam hal privatisasi yang dilakukan melalui jalur IPO (initial public offering) dalam pasal 3 Peraturan Menteri Nomor PER/01/MBU/2010 mengamanatkan bagi perusahaan  BUMN yang akan dijual di pasar modal, harus mengikuti ketentuan di pasar modal. Dalam ketentuan pemilikan asing di pasar modal dalam PP. No. 44 Tahun 2016 pemilikan asing terhadap saham perusahaan domestik maksimal 49%. Oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan jika saham BUMN akan dikuasai oleh Asing.
2.      PRAMUDITYA SAIFUL MAARIF
a.       Ketika BUMN yang telah diprivatisasi masih mengalami kerugian atau masih dikatakan tidak sehat, hal pertama yang harus dilakukan adalah menelusuri penyebab kerugian tersebut. Jika kerugian disebabkan oleh adanya korupsi ataupun kesalahan pengurus yang dilakukan oleh pihak struktural maka hal yang harus dilakukan adalah privatisasi struktural.
b.      Dalam pasal 9 PP. No. 33 Tahun 2005 tentang tata cara privatisasi perusahaan perseroan, telah disebutkan terkait Persero BUMN yang tidak dapat diprivatisasi yaitu:
1)      Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara;
2)      Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
3)      Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
4)      Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Abetnego S, Freedom Dan Sri Redjeki H. 2013. “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara,” Jurnal Law Reform, Vol. 8, No. 2.
Afiyanti, Ilya. 2006. “Privatisasi BUMN dan Penegakan Good Corporate Governance dan Kinerja BUMN,” Jurnal KINERJA, Vol. 10, No. 1.
Aprilia, Vita. 2013. “Dampak Privatisasi Pada Kinerja Keuangan Badan Usaha Milik Negara DI Indonesia,” Jurnal RAK Vol.4 No. 1 Februari.
Diah, Marwah M. 2003.  “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?” Jakarta: Literata Lintas Media.
Ginting, Nielman.  2017. “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Kepemilikan Saham Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Umum,” Jurnal Premise Law. Vol. 4.
Kementerian BUMN. 2010. “Privatisasi BUMN,” diakses dilaman bumn.go.id/sucofindo/berita/75/37.BUMN.Masuk.Daftar.Privatisasi pada tanggal 12 Desember 2017 jam 12.34.
Kurniawan, Sri Lestari dan Wiwik Lestari. 2008. “Studi Atas Kinerja BUMN Setelah Privatisasi,” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12 No. 2 Mei.
Priambodo, Dibyo Seomantri. 2004. “Perjalanan Panjang dan Berliku: Refleksi BUMN 1993-2003”, Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.
Setiyowati, Riri. 2010. “Analisis Perbedaan Efisiensi, Profitabilitas, Leverage dan Likuiditas Sebelum dan Sesudah Privatisasi,” Skripsi S1 Universitas Dieponogoro Jurusan Ekonomi/Akuntansi.
Soedjais, Zaenal. 2005. BUMN Incorporated dalam Riant Nugroho, Ricky Sihahaan (Peny). BUMN Indonesia: Isu, Kebijakan dan Strategi. Jakarta: Elex Media Kompetindo.
Suhardin, Yohanas. 2007. “Peranan Hukum dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat,” Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 25, No. 3, Juli 2007.
Suryono, Agus. 2014. “Kebijakan Publik untuk Kesejahteraan Rakyat,” Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Vol. 4, No. 2 September.
Syafi’ie , M. 2016. “Sistematika Privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan Sumber Daya Alam Di Indonesia.” Jurnal Mahkamah, Vol. 1 No. 1 Juni.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN


[1] Dibyo Seomantri Priambodo, “Perjalanan Panjang dan Berliku: Refleksi BUMN 1993-2003”, (Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004), h. 58-59.
[2] Dibyo Seomantri Priambodo, “Perjalanan Panjang dan Berliku: Refleksi BUMN 1993-2003”, (Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004), h. 57.
[3] Freedom Abetnego S. Dan Sri Redjeki H., “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara,” Jurnal Law Reform, Vol. 8, No. 2, Tahun 2013, h.6
[4] Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?,” (Jakarta: Literata Lintas Media, 2003), h. 133.
[5] Dibyo Seomantri Priambodo, “Perjalanan Panjang dan Berliku: Refleksi BUMN 1993-2003”, (Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004), h. 115
[6] Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?,” (Jakarta: Literata Lintas Media, 2003), h. 134.
[7] M. Syafi’ie, “Sistematika Privatisasi Badan Usaha Milik Negara,” Jurnal Mahkamah, Vol.1 No. 1 Juni 2016, h. 66.
[8] Pasal 74 ayat (2) Undang0Undang Nomor 19 Tahun 2003.
[9] Zaenal Soedjais, BUMN Incorporated dalam Riant Nugroho, Ricky Sihahaan (Peny). BUMN Indonesia: Isu, Kebijakan dan Strategi. (Jakarta: Elex Media Kompetindo.2005). 57-58.
[10] UU No 19 Tahun 2003 pasal 80 ayat (1)
[11] Freedom Abetnego S. Dan Sri Redjeki H., “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara,” Jurnal Law Reform, Vol. 8, No. 2, Tahun 2013,  h.11.
[12] Freedom Abetnego S. Dan Sri Redjeki H., “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara,” Jurnal Law Reform, Vol. 8, No. 2, Tahun 2013, h.17.
[13] Kementerian BUMN, 2010. “Privatisasi BUMN,” diakses dilaman bumn.go.id/sucofindo/berita/75/37.BUMN.Masuk.Daftar.Privatisasi pada tanggal 12 Desember 2017 jam 12.34.
[14] Ilya Afiyanti, “Privatisasi BUMN dan Penegakan Good Corporate Governance dan Kinerja BUMN,” Jurnal KINERJA, Vol. 10, No. 1 Tahun 2006, h. 63.
[15] Riri Setiyowati, “Analisis Perbedaan Efisiensi, Profitabilitas, Leverage dan Likuiditas Sebelum dan Sesudah Privatisasi,” Skripsi S1 Universitas Diponogoro, Jurusan Ekonomi/Akuntansi, tahun 2010.
[16] Riri Setiyowati, “Analisis Perbedaan Efisiensi, Profitabilitas, Leverage dan Likuiditas Sebelum dan Sesudah Privatisasi,” Skripsi S1 Universitas Diponogoro, Jurusan Ekonomi/Akuntansi, tahun 2010.
[17] Vita aprilia, “Dampak Privatisasi Pada Kinerja Keuangan Badan Usaha Milik Negara DI Indonesia,” Jurnal RAK Vol.4 No. 1 Februari Tahun 2013, h. 9.
[18] Riri Setiyowati, “Analisis Perbedaan Efisiensi, Profitabilitas, Leverage dan Likuiditas Sebelum dan Sesudah Privatisasi,” Skripsi S1 Universitas Diponogoro, Jurusan Ekonomi/Akuntansi, tahun 2010.
[19] Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?,” (Jakarta: Literata Lintas Media, 2003), h. 140-141.
[20] Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?,” (Jakarta: Literata Lintas Media, 2003), h.140.
[21] Marwah M. Diah, “Restrukturisasi BUMN di Indonesia; Privatisasi atau Korporatisasi?,” (Jakarta: Literata Lintas Media, 2003), h 147, 157.
[22] Sri Lestari Kurniawan dan Wiwik Lestari, “Studi Atas Kinerja BUMN Setelah Privatisasi,” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12 No. 2 Mei 2008, h.265.
[23] Yohanas Suhardin, “Peranan Hukum dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat,” Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 25, No. 3, Juli 2007, h. 272.
[24] Agus Suryono, “Kebijakan Publik untuk Kesejahteraan Rakyat,” Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Vol. 4, No. 2 September 2014, h.99.
[25] Agus Suryono, “Kebijakan Publik untuk Kesejahteraan Rakyat,” Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Vol. 4, No. 2 September 2014, h.99.
[26] Nielman Ginting, “Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Kepemilikan Saham Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Umum,” Jurnal Premise Law. Vol. 4, Tahun 2017,  h.3.
[27] M. Syafi’ie, “Sistematika Privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan Sumber Daya Alam Di Indonesia,” Jurnal Mahkamah, Vol. 1 No. 1 Juni 2016, H. 74.
[28] M. Syafi’ie, “Sistematika Privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan Sumber Daya Alam Di Indonesia,” Jurnal Mahkamah, Vol. 1 No. 1 Juni 2016, H. 74.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Prof. Peter Mahmud Marzuki "PENELITIAN HUKUM"

ALIRAN SEJARAH HUKUM (Legal Historism)

Pinjam Pakai dan Pinjam Meminjam