ANALISIS PUTUSAN MAHKAMA AGUNG REPUBLIK INDONESIA 3406K/Pdt/2017


Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Menurut Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum, terbitan Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia (2003), hal. 117, dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:
1.        Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
2.        Bertentangan dengan hak subjektif orang lain
3.        Bertentangan dengan kesusilaan
4.        Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Perbedaan perbuatan “melawan hukum” dalam konteks Hukum Pidana dengan dalam konteks Hukum Perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum Pidana yang bersifat publik dan Hukum Perdata yang bersifat privat. Untuk itu, sebagai referensi, saya akan mengutip pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), terbitan PT. Citra Aditya Bakti (Bandung: 2005), hal. 22, yang menyatakan
“Hanya saja yang membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.”
Dalam kasus ini terdapat penggugat yakni PT.SINAR PUTRA MURNI dan tergugat yang dimana ada Tergugat I yakni BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Tergugat II yakni KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH, Tergugat III yakni KANTOR PERTANAHAN KOTA PALU.
Kasus ini berawal dari PT. SINAR PUTRA MURNI yang memiliki tanah seluuas 340.000 m2 yang sudah dikuasai sejak tahun 1984 yang diperuntukan bagi pengembangan dan pembangunan perumahan hingga tahun 2009. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) telah berakhir pada 12 September 2009 dan dalam hal ini Penggugat telah memohon perpanjangan hak sertifikat HGB pada 1 Agustus 2009, yang kemudian pada 31 Agustus 2009 telah ditembuskan kepada turut Tergugat I, turut Tergugat II, turut Tergugat III. Dimana perpanjangan hak yang diajukan Penggugat kepada pihak yang berwenang adalah hak Penggugat. Tetapi tergugat membuat surat secara sepihak tanpa sepengetahuan dari penggugat perilah Pembatalan Rekomendasi Perpanjangan Hak dengan alasan tanah milik penggugat dinilai tidak dipergunakan dengan baik sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian hak. Kemudian tanpa dasar hukum tergugat melakukan tindakan melawan hukum berupa pemasangan papan plang yang berisi tulisan yang menyatakan bahwa “Tanah Ini Milik Pemerintah Kota Palu Berdasarkan Putusan TUN Nomor 74/SP/PTUN.PL; yang kemudian tergugat meminta kepada Turut tergugat I agar bidang tanah milik penggugat dikembalikan statusnya menjadi tanah Negara.
Perbuatan Perbuatan yang dilakukan oleh Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, dan Turut Tergugat III yang menghentikan Permohonan Perpanjangan hak Penggugat tanpa didasari suatu penelitian yang jelas dan hanya berdasarkan pada Surat Pembatalan RekomendasiTergugat, kemudian Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, dan Turut Tergugat III mengembalikan berkas dan tidak melanjutkan permohonan Penggugat, ini adalah suatu perbuatan kelalaian dan tidak menaati asas-asas umum penyelenggaraan Negara yang berlandaskan pada Pemerintahan yang baik (Good Governance) sehingga tidak adanya Kepastian Hukum bagi Penggugat yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat dan merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
            Dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum dikarenakan Tergugat melakukan tindakan melawan hukum yaitu dengan memasang papan plang yang dilakukan dengan secara sengaja dan tanpa adanya unsur dari kekhilafan dan semata-mata ditujukan kepada masyarakat luas bahwa tanah tersebut milik Tergugat. Papan plang tersebut berisi tulisan yang dapat disalahtafsirkan oleh pihak ketiga bahwa dengan seolah-olah si Penggugat telah kehilangan hak nya atas bidang tanah. Sudah jelas bahwa si Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Tergugat melakukan hal tersebut tanpa adanya dasar hukum, yakni dengan cara mengakui bahwa Tergugat yang memiliki bidang tanah tersebut dengan tanpa dasar bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah. Dengan adanya perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian yang nyata bagi si Penggugat, karena hal tersebut membuat si Penggugat tidak bisa menjalankan kegiatan pekerjaan proyek yaitu untuk pembangunan perumahan.
Kerugian materil : Kerugian atau Peluang yang hilang dalam Tahap Pembangunan Perumahan Palu Hill City sebesar Rp528.306.240.000,00 (lima ratus dua puluh delapan miliar tiga ratus enam juta dua ratus empat puluh ribu rupiah)  528.306.240.000,00 adalah total kerugian materil yang dialamai oleh penggugat.
Kerugian Immateriil : Bahwa dengan adanya permasalahan bagi Penggugat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas sehari-hari dan tersitanya waktu yang berharga bagi Penggugat, karena harus berkonsentrasi memikirkan persoalan perkara ini, hal mana juga patutlah ketidaknyamanan dan gangguan dimaksud dipandang, sebagai kerugian bagi Penggugat yang jika dinilai dengan uang, maka nilai kerugian tersebut mencapai nilai Rp 300.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah);

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Prof. Peter Mahmud Marzuki "PENELITIAN HUKUM"

ALIRAN SEJARAH HUKUM (Legal Historism)

Pinjam Pakai dan Pinjam Meminjam