Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan


Bila diikuti system Belanda, di negara tersebut hukum ketenagakerjaan/perburuhan dahulu dijadikan bagian dari hukum perdata, dan secara tradisional hukum ketenagakerjaan/perburuhan selalu digolongkan pada hukum sipil. Gagasan ini berasal dari zaman di mana dianggap bahwa buruh/tenaga kerja dan majikan/pengusaha bebas mengadakan perjanjian kerja satu dengan yang lainnya (Pasal 1338 KUHPerdata) dan pemerintah dilarang mencampuri kemerdekaan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

Namun perkembangan teknologi dalam bidang produksi telah memaksa pemerintah untuk terus menerus mencampuri urusah perburuhan/ketenagakerjaan dan ada kalanya demi kepentingan umum dan ada kalanya untuk kepentingan buruh/tenaga kerja itu sendiri yang selalu berada dalam posisi yang lemah.[1]
Dalam kenyataannya sifat sipil makin menyempit dan sifat public makin meluas dalam bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum Fakultas Hukum dewasa ini hukum perburuhan/ketenagakerjaan dimasukkan ke dalam Jurusan Hukum Administrasi Negara (HAN) walaupun pada beberapa Fakultas Hukum di Indonesia ada yang dimasukkan pada Jurusan Hukum Perdata atau Jurusan Hukum Tata Negara.
Alasan Hukum Ketenagakerjaan bisa digolongkan ke dalam hukum perdata itu di karenakan Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan orang perorangan yaitu antara pekerja dengan pngusaha. Dan dalam Hukum Publik, Hukum Ketenagakerjaan diperlukannya campur tangan dari pemerintah, contohnya seperti penetapan upah minimum, perizinan yang menyangkut ketenagakerjaan, masalah penyelesaian hubungan industrial, adanya sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana dibidang ketenagakerjaan.
Dalam bukunya Andari Yurikosari, dapat dikatakan bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan menngkombinasikan  ketentuan-ketentuan dalam hukum keperdataan dan hukum public, dan karena itu berada di luar klasifikasi tradisonal percabangan system hukum. Bagian-bagian tertentu hukum perburuhan juga kita temukan di atur dalam Hukum Pidana, Hukum Aacara, Hukum Pajak. Disamping itu juga perlu diperhatikan bahwa sebagian sumber hukum perburuhan adalah hukum internasional.Berkenaan dengan ini apa yang penting dicermati bukan saja Konvenan Hak Asasi Manusia PBB, namun juga konvensi-konvensi yang dikembangkam ILO. Pengaruh ILO terhadap hukum perburuhan kolektif Indonesia sejak 1990’an meningkat pesat.[2]


[1] Abdul Rochmad, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 1999) hlm. 23
[2] Andari yurikosari, Bab-bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia (Bali: Pustaka Larasan, 2012) hlm. 7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Prof. Peter Mahmud Marzuki "PENELITIAN HUKUM"

ALIRAN SEJARAH HUKUM (Legal Historism)

Pinjam Pakai dan Pinjam Meminjam