ILMU PERUNDANG-UNDANGAN


A.    MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

a)      Sebelum Perubahan UUD 1945[1]
1.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Merupakan peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang, yang dibuat dalam kegentingan yang memaksa, dibentuk oleh Presiden, dan mempunyai fungsi yang sama dengan Undang-Undang. Maka materi muatannya adalah sama dengan materi muatan dari Undang-Undang.
2.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Peraturan yang dibentuk sebagai peraturan yang menjalankan Undang-Undang, atau peraturan yang dibentuk agar ketentuan dalam Undang-Undang dapat berjalan. Peraturan pemerintah ini dibentuk oleh Presiden, dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam Undang-Undang baik yang secara tegas-tegas maupun secara tidak tegas menyebutnya. Materi muatan peraturan pemerintah adalah keseluruhan materi muatan Undang-Undang yang dilimpahkan kepadanya, atau sama dengan materi muatan Undang-Undang sebatas yang dilimpahkan kepadanya.
3.      Materi Muatan Keputusan Presiden
Harus dilihat dari dua segi sesuai fungsinya.
Keputusan Presiden adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden sebagai penyelenggara fungsi pemerintahan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dimana fungsi disini merupakan atribusi dari UUD 1945, sedangkan fungsi dari keputusan Presiden lainnya adalah meyelenggarakan peraturan lebih lanjut dari peraturan pemerintah baik yang secara tegas-tegas memintanya ataupun yang tidak secara tegas-tegas, dimana fungsi disini merupakan delegasi dari Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan kedua fungsi tersebut, maka materi muatan dari suatu keputusan presiden merupakan materi yang bersifat atribusian, serta materi muatan yang merupakan delegasian dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Maka kewenangan yang bersifat atribusian yaitu dalam membentuk keputusan presiden yang mandiri, merupakan kewenangan yang sangat luas dibandingkan dengan kewenangan yang berasal dari delegasi Undang-Undang atau Peraturan Pemerintahnya.
4.      Materi Muatan Peraturan di bawah Keputusan Presiden
Materi muatan peraturan perundang-undangan lainnya merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari materi muatan Undang-Undang, atau Keputusan Presiden, oleh karena peraturan perundang-undangan lainnya merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang dan Keputusan Presiden.
b)     Sesudah Perubahan UUD 1945
Dengan berlakunya UUD 1945 perubahan, cara mencari dan menemukan materi muatan Undang-Undang tetap dapat dilaksanakan melalui ketiga cara yang diajukan oleh A. Hamid S. Attamimi, yaitu melalui :
1.      Ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945
Saat ini terdapat 43 (empat puluh tiga) hal yang diperintahkan secara tegas-tegas untuk diatur dengan Undang-Undang.
2.      Berdasarkan Wawasan Negara berdasar atas Hukum (Rechtsstaat)
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan, ditentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena hal itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan negara dan perlindungan hak-hak (asasi) manusia.
3.      Berdasarkan Wawasan Pemerintahan  berdasarkan sistem Konstitusi
Merupakan pasangan adanya Wawasan negara berdasar atas hukum. Kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya Konstitusi (Hukum Dasar) negara tersebut. Oleh karena negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar sistem Konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di negara Republik Indonesia terikat oleh Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh Undang-Undang dan Hukum Negara.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan hal mengenai materi muatan Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lainnya dirumuskan dalam pasal-pasalnya, sebagai berikut :
1.      Materi Muatan Undang-Undang
Ketentuan tentang materi muatan Undang-Undang Indonesia, saat ini dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004.[2]
Pasal 8
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang:
a.       Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi:
1.      Hak-hak asasi manusia
2.      Hak dan kewajiban warga negara
3.      Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian negara dan pembagian daerah
4.      Wilayah negara dan pembagian daerah
5.      Kewarganegaraan dan kependudukan
6.      Keuangan negara
b.      Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
2.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Dalam penjelasan Pasal 22 UUD 1945 PERPU adalah peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang, sehingga dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ditetapkan materi muatan PERPU adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Pasal 9 menetapkan bahwa, “materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”. Dalam penjelasan Pasal 10 dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah materi muatan yang diatur dalam peraturan pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
4.      Materi Muatan Peraturan Presiden
Dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa, “materi muatan peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah”. Dalam penjelasan Pasal 11 ditetapkan sebagai berikut:

Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
Rumusan dalam penjelasan Pasal 11 alinea pertama tersebut menegaskan adanya Peraturan Presiden (dulu keputusan presiden) yang bersifat atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan merupakan peraturan Presiden yang mandiri.
5.      Materi Muatan Peraturan Daerah
Menurut Pasal 12 Undang-Undang No. 10 tahun 2004 adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
6.      Materi Muatan Peraturan Desa
Manurut Pasal 13 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Menurut penjelasan Pasalnya, yang dimaksud dengan “yang setingkat” adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa. 

B. ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

1.      Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik Menurut Pandangan Para Ahli
Menurut Van der Vlies, perumusan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk regelgeving), dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu asas formal (formele beginselen) dan asas materiil (materiele beginselen).
Asas formal meliputi:[3]
1.      het beginsel van duidelijke doelstelling (asas tujuan yang jelas);
2.      het beginsel van het juiste organ (asas organ/lembaga yang tepat);
3.      het noodzakelijkheids beginsel (asas perlunya pengaturan);
4.      het beginsel van uitvoerbaarheid (asas dapat dilaksanakan);
5.      het beginsel van consensus (asas konsensus).
Asas-asas materiil meliputi:[4]
1.      het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijk systematiek (asas terminologi dan sistematika yang jelas);
2.      het beginsel van de kenbaarheid (asas dapat dikenali);
3.      het rechtsgelijkheidsbeginsel (asas perlakuan yang sama dalam hukum);
4.      het rechtszekerheidsbeginsel (asas kepastian hukum);
5.      het beginsel van de individuele rechtsbedeling (asas pelaksanaan hukum sesuai dengan individual).

Kemudian menurut A. Hamid S. Attamimi, dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, asas-asas pembentukan undang-undang yang baik dapat disusun sebagai berikut:
1.      cita hukum Indonesia;
2.      asas negara berdasar hukum;
3.      asas pemerintahan berdasar system konstitusi;
4.      asas-asas lainnya.
Secara detail Attamimi menjelaskan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, selain berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik juga perlu dilandasi oleh asas-asas hukum umum, yang didalamnya terdiri dari asas negara berdasar atas hukum (rechstaat), pemerintahan berdasarkan system konstitusi, dan negara berdasarkan kedaulatan rakyat.[5]
Selanjutnya A. Hamid S Attamimi juga mengintrodusir, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, setidaknya ada beberapa pegangan yang dapat dikembangkan guna memahami asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik secara benar, yaitu:
1.      Asas yang terkandung dalam Pancasila selaku asas-asas hukum umum bagi peraturan perundang-undangan
2.      Asas-asas negara berdasar atas hukum selaku asas-asas hukum umum bagi perundang-undangan
3.      Asas-asas pemerintahan berdasar system konstitusi selaku asas-asas umum bagi perundang-undangan, dan
4.      Asas-asas bagi perundang-undangan yang dikembangkan oleh para ahli.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, mencoba memperkenalkan beberapa asas dalam perundang-undangan, yakni:
1.      Undang-undang tidak boleh berlaku surut;
2.      Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
3.      Undang-undang yang bersifat khusus meyampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex spesialis derogate lex generalis);
4.      Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posterior derogate lex priori);
5.      Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
6.      Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian (asas welvaarstaat).[6]

2.      Asas-Asas Menurut UU No. 12 Tahun 2011
            Asas-asas yang baik dalam membentuk peraturan perundang-undangan juga diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Apabila dicermati, asas-asas pembentukan Perundang-undangan seperti diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 relatif sama dengan asas-asas formal dan material, baik dari Van Der Vlies maupun Hamid Attamimi.[7]
            Dalam Bab II tentang Asas Pembentukan Perundang-undangan, Pasal 5 UUNo. 12 Tahun 2011 dirumuskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada asas-asas pembentukan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a.       Kejelasan tujuan
b.      Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c.       Kesesuaian anatara jenis, hierarki, dan materi muatan
d.      Dapat dilaksanakan
e.       Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f.        Kejelasan rumusan
g.      Keterbukaan
Dalam bagian penjelasan atas UU No. 12 Tahun 2011 dijelaskan maksud dari tiap-tiap asas tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Asas “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas dan hendak dicapai
b.      Asas “kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga Negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalakan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lemabaga Negara atau pejabat yang tidak berwenang
c.       Asas “kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
d.      Asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis
e.       Asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
f.        Asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminology, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya
g.      Asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, serta pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Dalam pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga dirumuskan asas-asas yang harus tercermin dalam materi muatan Peraturan Perundang-Undangan, yakni sebagai berikut:
a.       Asas Pengayoman, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat
b.      Asas kemanusiaan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proposional
c.       Asas kebangsaan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia
d.      Asas kekeluargaan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan
e.       Asas kenusantaraan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat didaerah merupakan bagian dari system hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
f.        Asas “bhinneka tunggal ika”, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
g.      Asas keadilan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga Negara
h.      Asas “kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, ras, suku, golongan, gender, atau status social
i.        Asas ketertiban dan kepastian hukum, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum
j.        Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara
Sementara itu, yang dimaksud dengan asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain:
a.       Dalam hukum pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah
b.      Dalam hukum perdata, misalnya dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik[8]


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’. [9]
A Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatann Undang-Undang Indonesia merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya. [10]
Sedangkan asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik dirumuskan juga dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentukm yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
Dalam Pasal 6 (1) meliputi pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan /atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

B. Saran

Demikianlah makalah ini kami buat semaksimal pengetahuan kami dan informasi yang kami dapat. Kami menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini agar lebih bermanfaat dan sebagai bahan pembelajaran kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA


Attamimi, A. Hamid S.1993.Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan). Jakarta: Fakultas UI.

Indrati, Maria Farida.1998.Ilmu Perundang-Undangan (dasar-dasar dan pembentukannya). Yogyakarta: Kanisius.

Indrati, Maria Farida.2016.Ilmu Perundang-Undangan I. Kanisius.

Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto, Soerjono.1979.Perundang-undangan dan Yurisprudensi. Bandung: Alumni.

Soefyanto.2007.Peraturan perundang-undangan (dasar dan teknik pembuatan). Universitas Islam Jakarta. 2007.
Syamsuddin, Aziz.2013.Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Yuliandri.2009.Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


[1] Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan I, (Kanisius, 2016), hlm. 243
[2] Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan I, (Kanisius, 2016), hlm. 248
[3] Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya), (Yogyakarta: Kanisius, 1998) hlm. 196-197
[4] Prof. Dr. Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009) hlm. 114
[5] A. Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), (Jakarta: Fakultas UI, 1993) hlm. 312
[6] Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Bandung: Alumni, 1979) hlm. 15-19
[7] Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang,(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Hlm 36-40
[8] Soefyanto, Peraturan perundang-undangan (dasar dan teknik pembuatan), Universitas Islam Jakarta, cetakan tahun 2007, hlm. 25-26.
[9] A.Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Jakarta: Fakutlas Hukum,UI, 1993. hal 234.
[10] A.Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Jakarta: Fakutlas Hukum,UI, 1993.hal 235. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Prof. Peter Mahmud Marzuki "PENELITIAN HUKUM"

ALIRAN SEJARAH HUKUM (Legal Historism)

Pinjam Pakai dan Pinjam Meminjam