HERMENEUTIKA DAN KONSTRUKSITIVISME KRITIS


1. Hermeneutika dan Konstruktivisme Kritis
     Adalah dua model penalaran yang terkait sangat erat. Konstruktivisme tidak mungkin ada tanpa bangunan hermeneutis di dalam nya. Dua Metode penalaran ini kritis memiliki keistemewaan karena menjadi " state of the art " dalam teori-teori epistimologis era posmodern dan sejak awal sengaja untuk lebih akrab dengan ilmu-ilmu yang berbasis sosial atau kemanusiaan.
2. Sociological Jurisprudence
     Model ini berangkat dari keluarga sistem Common law . kelebihan nya dalam mengawinkan antara ketertutupan logika Positivisme Hukum dan Keterbukaan logika mazhab sejarah telah menarik perhatian banyak penstudi hukum di lingkungan keluarga sistem civil law. Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan, Hukum Adat sebenernya hanya akan menemukan kelestarian nya kalau di perlakukan sebagai common law. untutk konteks keindonesiaan, cara pandang partisipan sekaligus pengamat sociological Jurisprudence yang merupakan kerangka berpikir yang tepat karena terhindar dari perspektif satu arah jika hanya menggunakan Positivisme Hukum yang identik sebagai model penalaran dari sistem civil law .
3. Teori Hukum Pembangunan
     Termasuk teori yang lahir karena ketertarikan Mochtar Kusumaatmadja terhadap Sociological Jurisprudence , Sebagai model penalaran hukum teori ini dijadikan Applied Theory Karena memang di rancang dengan melihat-kebutuhan pembangunan di indonesia. Teori hukum Pembangunan memiliki kedekatan dengan grand theories danmiddle-range theory dengan meletakkannya dalam ruang lingkup keluarga sistem civil law, atau dalam konteks keindonesiaan .

ASPEK ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS 
     Aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis yang akan dijabarkan dibawah mempersiapkan sebuah kerangka diskusi untuk menelah model-model penalaran, baik dalam konteks hukum-hukum penalaran . Masing-masing aspek akan menguraikan latar belakang pencantuman:(1) Idualisme, Dualisme, dan Materialisme; (2) Intuisionisme, Rasionalisme, dan Empirisme; dan (3) Idealisme-etis, Deontologisme-etis dan Teleologism-etis, sebagai sumbu-sumbu skematis dari setiap model penalaran .

1. Aspek Ontologis
     Materialisme berpendapat bahwa hakikat dari segala sesuatu  yang "ada" itu adalah materi. Jiwa  bukanlah hakikat yang berdiri sendiri melainkan akibat dari pergerakan benda-benda materi.Dalam Filsafat Timur, Materialisme juga telah menjadi dasar falsafah yang cukup berpengaruh . Materialisme kemudian berkembang dalam berbagai versi pemikiran seperti Materialisme-rasionalistis, Materialisme-Parsial, Materialisme-antropologis, Materialisme-dialektis, Atau Materialisme-historis
     Ada banyak pembedaan idealisme, yang tentu tidak relevan untuk di tunjukan satu per satu disini. Pembedaan yang paling sederhana misalnya dibuat oleh Nicholas Rescher dengan membagi 2 kelompok, yaitu Causal Idealism dan Supervenience Idealism.Idealisme yang pertama berpendapat bahwa segala sesuatu lahir dari aktivitas mental yang tunduk pada hukum kausalitas. Idealisme jenis kedua juga meyakini ada nya aktivitas mental serupa. Hanya saja aktivitas itu tidak tunduk pada hukum sebab-akibat melainkan pada ketergantungan eksistensial lain nya. 
     Dualisme menjadi pandangan yang menarik karena dapat dijelaskan langsung keberadaan nya pada diri manusia. Dualisme di nilai tidak mampu menjawab pertanyaan tentang kesesuain anrara materi dan ide, bagaimana dan siapa yang membuat kedua realitas itu dapet berkesesuaian. 

2. Aspek Epistemologis 
     Penalaran di maknai oleh Lorens Bagus dalam 3 pengertian :
a.   Proses menarik kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan ;
b. Penerapan logika dan pola pemikiran abstrak dalam memecahkan masalah atau tindakan perencanaan ;
c.   Kemampuan untuk mengetahui beberapa hal tanpa bantuan langsung persepsi inderawi atau pengalaman langsung. 
     Ditambahkan nya, penalaran adalah suatu jenis kegiatan yang dapat dibeda kan dengan jenis lainnya, seperti mimpi, imajinasi, ingatan, intuis, membayangkan, mengamati. Adalah mungkin menurutnya, bahwa suatu unsur atau bentuk penalaran tercakup dalam tiap-tiap hal tersebut, sehingga penalaran pun dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan : Menipu, membantah, berdebat, meragukan, meminta maaf, dan sebagainya . " Rupa-rupanya setiap bentuk kegiatan sadar dapat di pengaruhi oleh proses penalaran ." ujar Lorens Bagus.
     Penalaran pada hakikat nya, digunakan pada semua lapangan kehidupan manusia. Penalaran mendapatkan  aksentuasi yang sangat tinggi, terutama pada lapangan ilmiah. Struktur keilmuan yang dimiliki suatu ilmu sangat menentukan model-model penalaran yang di gunakan. Namun, Penalaran tidak mungkin di lakukan dengan model logika belaka sehingga logika harus pula dibantu oleh di siplin lain. Bantuan ini terutama datang dari Bahasa.
     Bahasa di perlukan karena objek yang di nalar adalah simbol-simbol yang lahir sebagai produk kebudayaan manusia. Objek bahasa adalah simbol-simbol komunikasi. Dalam praktik nya penalaran yang mengandalkan rasio itupun harus berkolaborasi dengan modalitas lainnya, seperti intuisi dan empiri. 
     Asumsi pokok yang mendasari aliran filsafat ini adalah bahwa pengalaman atau pancaindera merupakan satu-satunya sumber pengetahuan . Pancanindera manusia tidak mungkin " berbohong " sehingga kalau terjadi kesalahan dalam pengetahuan yang diperoleh, di sebabkan oleh kesalahan interpretasi manusia itu sendiri . 

3. Aspek Aksiologis
     Aliran yang di sebut " Religious  Absolutism "  termasuk kelompok yang berpikir manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Dalam tradisi islam pun dikenal ada kelompok yang memandang kemutlakan takdir Tuhan atas perilaku sehari-hari manusia. Menurut paham yang disebut jabariyah ini  kelihatan nya manusia memiliki kemauan untuk berbuat baik dan buruk, tetapi sebenernya ia tidak memilikinya sama sekali. 
   Cara berpikir seperti di atas berhadapan dengan pandangan sebaliknya tentang independensi perilaku manusia. Agama-agama besar seperti Kristen dan Islam juga menghadapi dinamika pemikiran yang sama. Aliran Qadariyah tidak mengingkari ada nya pengendalian-Nya atas manusia, tetapi pengendalian itu hanya dalam arti menciptakan atau mengembangkan segenap ciptaan-Nya menurut hukum yang tertib dan tetap. 
   Dalam aspek aksiologis berikut, di asumsikan bahwa manusia adalah mahluk yang independen, berkehendak bebas. sebab hanya dengan kebebasan itulah terdapat pertanggung jawaban . Ada banyak aliran pemikiran yang menelaah aspek aksiologis dari tindakan manusia. Sesuai dengan pembagian aspek ontologis dan epistomologis di atas, maka aspek aksiologis ini ada tiga kelompok pemikiran yaitu idealime-etis, Dentologisme-etis, Teleologisme-etis.
     Idealisme-etis adalah aspek aksiologis yang meyakini bahwa ukuran baik- buruk dalam bertindak di terapkan oleh nilai-nilai spiritual.yang Konsep pemikiran nya akan dijelaskan kemudian karena memiliki keterkaitan dengan imperatif-kategoris  yang disampaikan oleh immanuel Kant, di anggap termasuk dalam kelompok Deontologisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Prof. Peter Mahmud Marzuki "PENELITIAN HUKUM"

ALIRAN SEJARAH HUKUM (Legal Historism)

Pinjam Pakai dan Pinjam Meminjam