Resensi Buku Ilmiah
Resensi Buku Ilmiah Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
- Judul : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum Akar Filosofis
- Pengarang : Shidarta
- Editor : Ufran, S.H., M.H.
- Penerbit : Genta Publishing
- Tahun Terbit : 2013 (Cetakan Kesatu)
- Tebal Halaman : xvi + 476 hlm
- Harga : Rp. 135.000,00
Buku ini diberi label sebagai buku kesatu, dan diposisikan sebagai fondasi dari trilogi "Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum". Apa yang dimaksud dengan "hukum" dari kedua konsep tersebut dapat dibaca pada Bab II dan Bab III dari buku ini. Lahirnya trilogi ini sekaligus ingin menjawab tantangan kelangkaan buku-buku penalaran hukum yang dapat menyentuh penalaran dari ketiga ranah displin hukum sekaligus, yakni penalaran dalam tataran filsafat hukum, teori hukum, dan dogmatika hukum. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas isi buku terkait dengan beberapa materi yang dimana materi tersebut membuat saya tertarik untuk membahasnya.
ISI :
A. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tiga teori. Pada tataran grand theory ditampilkan teori di bidang epistemologi. Teori tersebut menyajikan suatu model penalaran. Dalam model penalaran itu terdapat jalinan pola-pola penalaran. Tataran grand thoery ini memberi dasar pemahaman tentang pola penalaran ilmu-ilmu pada umumnya ( Laws of reasoning ). Dalam hal ini, dipilih teori (model penalaran) Hermeneutika dan Konstruktivisme Kritis. Pada tataran middle range theory, dipilih suatu kerangka orientasi berpikir yuridis dari salah satu aliran filsafat hukum, yaitu Sociological Jurisprudence, sedangkan pada tataran applied theory, dipilih Teori Hukum Pembangunan. Dipilihnya tiga tataran teori : (1) Hermeneutrika dan Konstruktivisme Kritis; (2) Sociological Jurisprudence; (3) Teori Hukum Pembangunan, disertai alasan-alasan tertentu.
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tiga teori. Pada tataran grand theory ditampilkan teori di bidang epistemologi. Teori tersebut menyajikan suatu model penalaran. Dalam model penalaran itu terdapat jalinan pola-pola penalaran. Tataran grand thoery ini memberi dasar pemahaman tentang pola penalaran ilmu-ilmu pada umumnya ( Laws of reasoning ). Dalam hal ini, dipilih teori (model penalaran) Hermeneutika dan Konstruktivisme Kritis. Pada tataran middle range theory, dipilih suatu kerangka orientasi berpikir yuridis dari salah satu aliran filsafat hukum, yaitu Sociological Jurisprudence, sedangkan pada tataran applied theory, dipilih Teori Hukum Pembangunan. Dipilihnya tiga tataran teori : (1) Hermeneutrika dan Konstruktivisme Kritis; (2) Sociological Jurisprudence; (3) Teori Hukum Pembangunan, disertai alasan-alasan tertentu.
- Sebagaimana digambarkan dalam Bab II, Hermeneutika dan Konstruktivisme Kritis adalah dua model penalaran yang terakait sangat erat. Konstruktivisme tidak mungkin ada tanpa bangunan hermeneutis didalamnya. Oleh karena itu, keduanya dibicarakan secara bersamaan sebagai kerangka berpikir ilmiah. Di bandingkan dengan model penalaran lain, Hermeneutika dan Konstruktivisme Kritis memiliki keistimewaan karena menjadi "state of the art" dalam teori-teori epistemologi era posmodern dan sejak awal sengaja didesain untuk lebih "akrab" dengan ilmu-ilmu yang berbasis sosial atau kemanusiaan (ilmu hukum diasumsikan termasuk dalam kelompok ini). Di sisi lain, Hermeneutika sendiri bukan model penalaran yang asing bagi displin hukum.
- Sociological Jurisprudence menunjukkan sifat eklektisnya yang kuat. Model ini berangkat dari keluarga sistem common law, khususnya Amerika Serikat, namun kelebihannya dalam mengawinkan antara ketertutupan logika Postivisme Hukum dan keterbukaan logika Mahzab Sejarah telah menarik perhatian banyak penstudi hukum di lingkungan keluarga sistem civil law. Bagi sistem hukum indonesia , yang sebagian masih disokong oleh unsur hukum adat, penempatan model penalaran Sociological Jurisprudence ini juga membuka arah pemahaman yang lebih holistik. Status penstudi Sociological Jurisprudence sebagai partisipan sekaligus pengamat ini juga menjadi alasan lain untuk menempatkan aliran inis sebagai kerangka berpikir karena ia menggunakan pola penalaran yang mungkin paling komprehensif dibandingkan model penalaran klasikal manapun yang disinggung dalam penelitian ini.
- Teori Hukum Pembangunan termasuk teori yang lahir karena ketertarikan Mochtar Kusumaatmadja terhadap Sociological Jurisprudence (dan Pragmatic Legal Realism). Sebagai model penalaran hukum, teori ini dijadikan applied theory karena memang dirancang oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan melihat kebutuhan-kebutuhan pembangunan di Indonesia. Konsep berpikir versi Teori Hukum Pembangunan ini juga telah diterima secara normatif sebagai konsep pembinaan hukum di Indonesia sejak 1973. Dengan demikian, Teori Hukum Pembangunan memiliki kedekatan dengan grand theories dan middle range theory dengan meletakkannya dalam ruang lingkup keluarga sistem civil law atau lebih khusus lagi, dalam konteks keindonesiaan.
B. Aspek Ontologis, Epistemology, dan Aksiologis
Aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang akan dijabarkan dibawah mempersiapkan sebuah kerangka diskusi untuk menelaah model-model penalaran. Masing-masing aspek akan menguraikan latar belakang pencantuman: (1) Idealisme, Dualisme, dan Materialisme; (2) Intuisionalisme, Rasionalisme, dan Empirisme; dan (3) Idealisme-ertis, Deontologisme-etis dan Teologisme-etis, sebagai sumbu-sumbu skematis dari setiap model penalaran.
Aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang akan dijabarkan dibawah mempersiapkan sebuah kerangka diskusi untuk menelaah model-model penalaran. Masing-masing aspek akan menguraikan latar belakang pencantuman: (1) Idealisme, Dualisme, dan Materialisme; (2) Intuisionalisme, Rasionalisme, dan Empirisme; dan (3) Idealisme-ertis, Deontologisme-etis dan Teologisme-etis, sebagai sumbu-sumbu skematis dari setiap model penalaran.
- Aspek Ontologis antara lain mempersoalkan apa yang merupakan hakikat dari realitas. Tampaknya pertanyaan ontologis sungguh-sungguh mengundang perhatian tak berkesudahan, bahkan ia telah menandai kelahiran pertama filsafat, yang diawali dari proyek kontemplatif Thales (624-546 SM) tentang hakikat alam semesta. Aneka jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat realitas tersebut melahirkan sejumlah pendekatan. Ada yang melihat inti realitas sebagai materi, sementara yang lain melihatnya sebagai ide (gagasan). Pandangan monistris yang hanya memilih salah satu dari alternatif di atas, ditentang oleh aliran Dualisme, yang mengatakan hakikat realitas justru keduanya sekaligus. Materialisme berpendapat bahwa hakikat dari segala sesuatu yang "ada" itu adalah materi. Jiwa bukanlah hakikat yang berdiri sendiri, melainkan akibat dari pergerakan benda-benda materi. Keseluruhan deskripsi di muka menunjukkan bahwa aspek ontologis dari hukum sungguhh-sungguh kompleks. Hukum tidak dapat direduksi sekedar menjadi produk politik. Ia adalah produk kebudayaan manusia, baik sebagai mahluk inndividu maupun mahluk sosial. Dalam koridor berpikir demikian, maka renang hakikat hukum tersebut berada dalam dimensi materialis sekaligus idealis.
- Aspek Epistemologis secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan demikian epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Manusia dapat mengembangkan pengetahuannya karena memiliki dua modal utama, yaitu bahasa yang komunikatif dan kemampuan berpikir menurut kerangka tertentu. Dengan dua model tersebut manusia dapat melakukan kegiatan berpikir (kognitif) untuk menemukan pengetahuan yang benar. Proses kegiatan berpikir ini disebut dengan penalaran. Penalaran [ reason (inggris), ratiocinium (latin) ] dimaknai oleh Lorens Bagus dalam tiga pengertian:
- proses menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan;
- penerapan logika dan/atau pola pemikiran abstrak dalam memecahkan masalah atau tindakan perencanaan;
- kemampuan untuk mengetahui beberapa hal tanpa bantuan langsung prespsi inderawi atau pengalaman langsung.
- Aspek Aksiologis adalah kata Aksiologi berasal dari bahasa yunani axios yang memiliki arti nilai, dan logos yang mempunyai arti ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Dalam aspek aksiologis berikut, diasumsikan bahwa manusia adalah mahluk yang independen, berkehendak bebas (fee will). Sebab, hanya dengan kebebasan itulah terdapat pertanggungjawaban (baik secara moral maupun hukum). Menurut Ross, setiap manusia mempunyai intuisi tentang kewajibab-kewajiban, itu artinya semua kewajiban itu berlaku langsung bagi kita. Sekalipun demikian, Ross berpendapat manusia tidak mempunyai intuisi tentang apa yang terbaik dalam menghadapi situasi konkret, sehingga manusia membutuhkan akal budi (rasio).
Komentar
Posting Komentar